

Landslide Pegunungan Arfak dengan kejadian tragis kembali mengguncang kawasan Pegunungan Arfak, Papua Barat. Pada Jumat pagi, sekitar pukul 08.15 WIT, longsor besar melanda area pertambangan rakyat yang berada di lereng timur wilayah Minyambouw, distrik terpencil yang selama ini dikenal sebagai lokasi aktivitas penambangan emas ilegal. Enam penambang tewas tertimbun material longsor saat sedang melakukan penggalian di dalam lubang tambang yang kondisinya sangat minim standar keselamatan.
Menurut laporan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Papua Barat, curah hujan tinggi yang mengguyur wilayah pegunungan selama tiga hari berturut-turut menjadi pemicu utama bencana longsor ini. Struktur tanah yang gembur dan tidak stabil, di tambah pembukaan lahan secara liar, memperparah situasi. Kepala BPBD Papua Barat, Freddy Nauw, mengatakan bahwa longsor terjadi sangat cepat, hanya dalam hitungan detik, dan menimbun satu area tambang kecil yang di huni oleh belasan pekerja.
“Enam orang di temukan meninggal dunia. Empat jenazah berhasil di evakuasi pada hari pertama, sementara dua lainnya di temukan pada malam hari setelah pencarian intensif,” ujar Freddy saat konferensi pers di Manokwari. Proses evakuasi berjalan sulit karena medan yang terjal dan licin, serta minimnya akses menuju lokasi tambang.
Saksi mata menyebutkan bahwa saat longsor terjadi, para pekerja sedang menggali secara manual di lereng curam tanpa peralatan keselamatan seperti helm atau penyangga tanah. “Tiba-tiba saja terdengar gemuruh besar dan tanah bergerak seperti gelombang. Semua orang panik,” kata Danius, salah satu penambang yang selamat.
Landslide Pegunungan Arfak dengan tragedi ini menyisakan duka mendalam bagi keluarga korban. Sebagian besar penambang berasal dari kampung-kampung sekitar Pegunungan Arfak, bekerja tanpa izin resmi dan demi mencari penghasilan tambahan. Pemerintah daerah berjanji akan memberikan bantuan kepada keluarga korban serta meninjau kembali aktivitas penambangan rakyat di wilayah rawan bencana.
Aktivitas Penambangan Ilegal Marak: Pemerintah Dinilai Lalai ini kembali menyoroti lemahnya pengawasan pemerintah terhadap aktivitas pertambangan ilegal di wilayah pegunungan Papua Barat. Pegunungan Arfak, selain kaya akan keanekaragaman hayati, juga menyimpan kandungan mineral, termasuk emas, yang menjadi incaran penambang liar. Selama bertahun-tahun, aktivitas tambang tanpa izin (PETI) di wilayah ini berlangsung tanpa kontrol ketat dari pihak berwenang.
Aktivitas penambangan tersebut di lakukan secara tradisional, menggunakan alat manual dan tanpa memperhatikan dampak lingkungan serta aspek keselamatan kerja. Penambang biasanya membuka lubang galian di tebing atau lereng bukit, mengabaikan risiko longsor atau runtuhnya tanah. Bahkan sebagian galian berada sangat dekat dengan pemukiman penduduk.
Banyak kalangan menilai bahwa pemerintah daerah dan aparat keamanan terkesan membiarkan aktivitas ini berlangsung. Ketua DPRD Papua Barat, Yance Mandacan, menyampaikan kekecewaannya terhadap lemahnya pengawasan di sektor ini. “Setiap tahun terjadi korban jiwa akibat longsor tambang liar, namun tak ada tindakan tegas untuk menutup atau mengawasi area rawan,” tegasnya.
Menurut data dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Papua Barat, ada lebih dari 50 titik aktivitas tambang tanpa izin di kawasan Pegunungan Arfak dan sekitarnya. Sebagian besar di kelola oleh kelompok masyarakat lokal yang mengandalkan hasil tambang untuk menyambung hidup. Namun, tidak sedikit pula yang di kuasai oleh cukong atau pemodal dari luar daerah, yang merekrut warga lokal untuk bekerja dengan upah rendah dan tanpa perlindungan keselamatan.
Pakar lingkungan dari Universitas Papua, Dr. Henri Ayomi, mengingatkan bahwa eksploitasi tambang tanpa izin dan tanpa kajian lingkungan yang baik akan berdampak buruk tidak hanya bagi keselamatan manusia, tetapi juga ekosistem Pegunungan Arfak yang menjadi habitat flora-fauna endemik. “Kalau tidak segera di tertibkan, kerusakan lingkungan bisa menjadi bencana ekologis berkepanjangan,” ujarnya.
Respons Cepat Tim SAR dan Kendala Evakuasi Di Landslide Pegunungan Arfak menjadi tantangan tersendiri bagi tim SAR dan relawan. Lokasi kejadian yang terletak di lereng terjal dengan akses terbatas membuat peralatan berat tak bisa di gunakan. Tim gabungan dari BPBD, Basarnas Manokwari, aparat TNI-Polri, serta warga setempat harus menempuh perjalanan kaki selama lebih dari dua jam dari titik terdekat yang bisa di capai kendaraan roda dua.
Komandan Operasi SAR, Letkol Basri Anwar, menjelaskan bahwa saat menerima laporan awal dari warga, tim langsung di berangkatkan dengan membawa perlengkapan ringan seperti sekop, tandu darurat, dan logistik medis. “Kami harus melintasi jalur licin dan curam. Bahkan beberapa titik jalan hutan hampir tidak bisa di lewati,” katanya.
Evakuasi berlangsung selama dua hari, dengan fokus awal adalah menyelamatkan korban yang mungkin masih hidup. Namun, karena tertimbun material longsor selama beberapa jam, semua korban di nyatakan meninggal dunia. Proses identifikasi jenazah di lakukan di Posko Darurat sebelum di serahkan kepada pihak keluarga.
Kendala lainnya adalah cuaca buruk. Hujan deras yang masih mengguyur kawasan pegunungan membuat tanah semakin labil. Petugas harus ekstra waspada terhadap kemungkinan longsor susulan. Tim medis yang di datangkan dari Puskesmas Minyambouw juga mengalami kesulitan menjangkau lokasi, sehingga hanya dua perawat yang berhasil ikut serta dalam proses evakuasi awal.
Banyak relawan dari kalangan warga yang turut membantu menggali timbunan tanah, menunjukkan solidaritas dan kepedulian sosial yang tinggi. Salah satu relawan, Yopi Mandacan, menyampaikan bahwa mereka tidak tega melihat keluarga korban hanya menunggu tanpa kepastian. “Kami menggali dengan tangan kosong, karena hanya itu yang bisa kami lakukan untuk membantu,” ucapnya.
Setelah semua jenazah berhasil di evakuasi, posko bantuan di dirikan di kampung terdekat. Bantuan makanan, obat-obatan, serta kebutuhan logistik lain mulai berdatangan dari Manokwari. Pemerintah Provinsi Papua Barat juga mengirimkan bantuan darurat dan menjanjikan santunan kepada keluarga korban.
Desakan Penghentian Tambang Ilegal Dan Upaya Rehabilitasi Wilayah, berbagai pihak mendesak pemerintah untuk mengambil langkah tegas menghentikan aktivitas penambangan ilegal yang selama ini berlangsung bebas. Masyarakat sipil, akademisi, hingga tokoh adat Arfak menyuarakan kekhawatiran akan kerusakan lingkungan dan hilangnya nyawa yang terus berulang.
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) lingkungan hidup di Papua Barat, seperti Yayasan Peduli Alam Arfak, mengeluarkan pernyataan bahwa tragedi ini harus menjadi titik balik bagi pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan pertambangan rakyat. Direktur eksekutif yayasan tersebut, Maria Andi, menilai perlu adanya moratorium tambang rakyat sampai ada sistem yang legal, aman, dan berkelanjutan.
Selain penghentian tambang ilegal, upaya rehabilitasi wilayah terdampak longsor juga menjadi fokus. Tanah di lokasi kejadian kini dalam kondisi rusak parah, dengan risiko erosi tinggi. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Teluk Cendrawasih menyatakan siap membantu reboisasi dan pembuatan terasering untuk mencegah longsor lanjutan.
Sementara itu, tokoh adat Arfak, Dominggus Irai, menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap maraknya tambang ilegal yang merusak tanah adat. Ia menyebutkan bahwa beberapa lokasi tambang dibuka tanpa persetujuan masyarakat adat dan seringkali terjadi konflik lahan. “Tanah kami bukan untuk dijual atau digali sembarangan. Kami ingin anak cucu masih bisa hidup dari alam ini,” katanya.
Pemerintah Provinsi Papua Barat melalui Gubernur Dominggus Mandacan menyatakan akan menggelar rapat koordinasi lintas instansi untuk merancang peta jalan penertiban tambang ilegal. Fokus utama adalah edukasi kepada masyarakat, peningkatan pengawasan, dan pemberdayaan ekonomi alternatif seperti pertanian organik dan ekowisata.
Langkah-langkah itu penting untuk menyeimbangkan kebutuhan ekonomi masyarakat dengan kelestarian lingkungan. Dengan kejadian tragis ini, di harapkan semua pihak bisa belajar bahwa aktivitas ekonomi yang mengabaikan aspek. Keselamatan dan ekologi hanya akan membawa bencana yang lebih besar di masa depan dari Landslide Pegunungan Arfak.